Rabu, 03 Mei 2017

Bonus Demografi sebagai peluang atau ancaman?

Pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2035, Indonesia akan menikmati bonus demografi. Pada tahun tersebut, usia orang produktif di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan usia non produktif. Kondisi ini menguntungkan perekonomian Indonesia karena pertumbuhan ekonomi dapat melejit di atas rata-rata selama 22 tahun ke depan. Jika seluruh institusi ekonomi Indonesia bekerja optimal maka tidak menutup kemungkinan akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara berpenghasilan tinggi. Sebagai sebuah negara yang berpenduduk besar, tentu kondisi ini akan menguntungkan. Pertama, penduduk besar berarti aggregat demand juga besar. Besarnya volume aggregat demand akan menciptakan pertumbuhan yang besar pula. Hampir semua pertumbuhan perekonomian di belahan negara manapun, konsumsi menjadi salah satu mesin pertumbuhan. Indonesia adalah negara yang memiliki keunggulan terutama dari sisi demander. Kedua, jumlah penduduk yang besar juga berarti skala produksi ekonomi juga besar. Ketika skala produksi, maka output produksi dapat dipastikan adalah output yang kompetitif. Produksi ekonomi selalu menghasilkan barang dan jasa yang berharga rendah dibandingkan dengan negara yang memiliki skala produksi yang kecil.

Cina, adalah salah satu contoh negara yang mampu menjadikan kekuatan jumlah penduduk menjadi mesin produksi yang berskala ekonomi. Hampir semua produk cina, berdaya saing tinggi. Itu mengapa, sekarang Cina menjadi salah satu negara yang sangat ditakuti di dunia dari sisi ekonomi. Dengan kondisi yang menguntungkan seperti yang Indonesia alami sekarang yaitu bonus demografi dan jumlah penduduk yang besar, seharusnya Indonesia mampu muncul sebagai salah satu negara berpenghasilan tinggi ke depan.Yang menjadi pertanyaan, mampukah jumlah penduduk besar dan bonus demografi ini dimanfaatkan secara optimal? Sebagai salah satu negara demokratis di dunia, Indonesia harus terus memperbaiki. Kelemahan yang dimiliki oleh Indonesia sekarang adalah belum bekerjanya institusi ekonomi secara optimal. Pasar seringkali bekerja dengan cara disalokasi sumberdaya. Mereka yang seharusnya mendapat asupan modal dari perbankan, mengalami kesulitan akibat tidak memiliki power politik. Bagaimana mungkin politik menjadi power penentu proses produksi?
Sumber : Dikari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar